Sudah lama sekali saya tidak update tulisan di blog ini, tiba-tiba saja kepikiran untuk mencurahkan uneg-uneg tentang topik kepemimpinan.
Jujur saja, selama ini saya agak gimana gitu kalau membaca update-update dari beberapa orang yang suka mengkomplain pimpinannya. Terlepas dari fakta yang mungkin tidak saya ketahui, yang mungkin saja pimpinannya memang layak untuk diprotes. Kadang saya berpikir.. seandainya saja saya yang menjadi pemimpin itu, apakah saya juga akan memprotes diri saya sendiri seperti yang dilakukan oleh orang itu (nah lo membingungkan, hehe). Atau begini deh, seandainya saja orang yang protes tadi yang menjadi pemimpinnya, apakah iya dia bisa melakukan hal yang lebih baik?
Well, honestly, I am not a kind of person who will put my foot in another shoes. Tapi berdasarkan beberapa pengalaman yang telah lalu, saat ditunjuk untuk menjadi pemimpin tim kecil-kecilan, banyak sekali pelajaran yang saya peroleh. Dan saya sadar, menjadi seorang pemimpin itu bukanlah pekerjaan yang mudah. Memegang amanah kalau tidak ikhlas itu rasanya sangat berat. Nah, udah susah, dikomplain lagi, double combo.
Menjadi pemimpin ibarat lokomotif. Kalau lokomotif tidak jalan, gerbongnya juga tidak akan jalan. Kecuali gerbong-gerbong mau mendorong si lokomotif, mungkin ya jadi bisa jalan. Kalau lokomotif lambat, gerbong lambat. Namun jika lokomotif bisa berjalan cepat, dia juga bisa menarik para gerbong untuk juga ikut berjalan cepat. Dari pengalaman saya, saat jadi pemimpin itu, kita dituntut untuk bertanggung jawab atas hal-hal yang kita pimpin. Mostly almost every task in the project will become our responsibility. Yah meskipun tugas-tugas dapat didelegasikan ke anggota tim yang lain, tapi tetap saja kalau ada tugas yang tidak beres atau ada kesalahan, itu tanggung jawab pemimpin.
Pernah ada kasus, waktu menghandle sebuah project, tim kami kena tegur oleh atasan karena dinilai telah melakukan sebuah tindakan yang tidak rasional. At that time, remembering my position as a leader, I was trying my best to not blame anyone else in my team rather than myself. I claim it as my fault and I said that I will repair my mistake. Terkadang memang tidak mudah melakukan hal seperti itu. Tetapi saya membandingkan dari beberapa kejadian yang pernah saya amati. Yang pertama katakanlah pemimpin A memiliki anggota X dimana X melakukan kesalahan yang cukup fatal, dan suatu ketika saya mendengar pemimpin A berbicara kepada orang lain bahwa dia sudah mencoba menawarkan bantuan pada X, tetapi X merasa bisa melakukannya dan akhirnya X malah membuat kesalahan fatal itu. Kejadian yang kedua katakanlah B memimpin sebuah tim dan salah satu anggotanya melakukan kesalahan dan membuat tim itu kalah dalam sebuah kompetisi besar, namun B mengklaim bahwa dia yang bertanggung jawab atas kesalahan itu karena dia pemimpinnya. Nah, dari kedua kejadian itu, menurut saya B jauh lebih berjiwa pemimpin dibandingkan dengan A. Terlebih, seorang guru saya pernah menyampaikan sebuah nasehat yang sangat berbekas (dari quote Antoine de Saint Exupery):
A chief is a man who assumes responsibility. He says “I was beaten,” he does not say “My men were beaten.”
Ada lagi kasus dimana ada anggota tim pernah mengkomplain keputusan yang saya ambil. Inti komplainnya adalah saya telah melakukan hal yang tidak adil kepadanya (namun tidak disampaikan langsung olehnya ke saya). Nah, karena saya orangnya tidak suka cari masalah, kalau menghadapi hal-hal yang seperti ini ya paling hanya bisa diam (seringnya pura-pura tidak tahu :p). Entahlah tindakan ini tepat atau tidak. Namun pada akhirnya hubungan kami tetap baik-baik saja. Mungkin jika saya klarifikasi ke orangnya langsung apakah benar dia berkata hal itu, bisa jadi nanti menimbulkan jarak. Kalau dipikir-pikir dan diingat-ingat sih, mungkin ketika menjadi anggota, saya juga sering secara tidak sadar komplain terhadap keputusan pemimpin saya, entah mungkin karena saya dapat tugas yang lebih berat dibandingkan yang lainnya, saya terus yang dikasih tugas, atau mungkin malah saya diberi tugas yang tidak saya sukai. Namun, waktu berada di posisi pemimpin, entah kenapa cara pandang jadi benar-benar berbeda. Ketika mendelegasikan tugas, memang terkadang orang yang lebih cakap yang akan dipilih untuk mengerjakan tugas yang berat, yang bisa bekerja cepat yang akan diberi banyak tugas, dan yang menyukai tantangan yang mungkin akan diberi tugas yang kurang disukai. Selain itu, pemimpin juga harus mempertimbangkan banyak hal, seperti ketersediaan biaya dan waktu, sehingga mungkin akan mengorbankan keinginan dari orang lain. Kalau keinginan dari setiap orang harus dipenuhi dan disinkronkan ya susah banget kan. Jadi ya memang baiknya kita harus pandai-pandai berpikir positif kepada pimpinan kita. Dan lagi, adil itu tidak harus sama rata bukan? Sampai sekarang, saya juga masih belajar untuk bisa berlaku adil.
Ada sebuah film yang sangat bagus jika kita ingin belajar tentang makna kepemimpinan. Judulnya “Everest” dan diambil dari kisah nyata. Tokoh utamanya, kalau tidak salah namanya Rob, menurut saya di film itu dia sangat berjiwa pemimpin. Rob yang merupakan pemandu yang memimpin pendakian gunung, sebenarnya sih biasa-biasa saja dan tidak dominan juga orangnya, namun dia adalah tipe pemimpin yang dengan sepenuh hati berusaha membantu para pendaki lain untuk mewujudkan impiannya (dalam film itu impian untuk sampai ke puncak Everest). Saya sempat sebal dengan filmnya karena di akhir cerita Rob harus mati saat turun dari puncak, yang mungkin saja hal itu tidak perlu terjadi kalau Rob tidak mengikuti hatinya yang luluh dan ingin membantu seorang anggota pendaki yang sudah beberapa kali ke sana namun belum sampai puncak karena kehabisan waktu. Pokoknya tonton sendiri deh filmnya, recommended banget lah. Dari kisah di film itu saya jadi belajar kalau mungkin pemimpin sejati itu adalah yang bisa membantu orang-orang yang dipimpinnya untuk meraih apa yang mereka cita-citakan. Always give without demanding. Bukan kesuksesan dirinya sendirinya yang penting, tetapi kesuksesan orang lain.
Kira-kira begitulah uneg-uneg saya. Susah ya ternyata jadi pemimpin sejati? Ya semoga kita doakan saja para pemimpin kita agar mereka diberikan kemampuan oleh Yang Di Atas untuk melaksanakan tanggung jawabnya dan diberikan kesabaran untuk menghadapi kita yang dimpimpinnya. Kita sendiri juga perlu untuk terus mengembangkan kapasitas kepemimpinan kita. Jangan jadi orang yang hobinya hanya mengutuk kegelapan, tapi jadilah bagian yang ikut menyalakan lilin dan menerangi sekitar kita.
Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca coretan saya yang kali ini cukup panjang.